Pengamat sepakbola, yakni Kesit Budi Handoyo menyebutkan bahwa ditundanya Liga 1 2020 masih menjadi dilema.
“Tidak diberikan izin keramaian tentang digelarnya Liga 1 tentunya begitu mengejutkan sebab baru saja dikeluarkan ketika Liga 1 akan dihelat pada hitungan hari. Memang ini sangat dilematis,” ujar Kesit seperti dikutip dari Bola.com, Rabu 7 Oktober 2020.
“Dpaat dipahami jika PT LIB [Liga Indonesia Baru], PSSI, pemain, klub, dan suporter yang menunggu kembalinya kompetisi Liga 2 dan Liga 1 merasa kecewa karena Polri tidak memberi izin keramaian,” imbuh Kesit.
Akan tetapi, Kesit menilai jika opsi tersebut menjadi yang terbaik.
“Meski semua laga tak boleh didatangi oleh penonton serta harus menggunakan protokol kesehatan yang ketat demi menghindari tersebarnya virus Covid-1, untuk keselamatan bersama-sama, apa boleh dikata.”
Seharusnya Diumumkan Sejak Jauh-jauh Hari
Kesit menambahkan bahwa situasinya akan berbeda bila semenjak awal ataupun jauh-jauh hari, pihak pemerintah secara tegas mengatakan Liga 1 serta laga sepakbola lainnya tak boleh dilaksanakan.
“Dengan demikian maka dapat dipastikan tak akan ada persiapan dari pihak penyelenggara kompetisi. Klub peserta pun tak akan membuat segala persiapan sebab kompetisi memang tak akan diteruskan selama masa pandemi,” cetusnya.
Pertanyaan Besar
Menurut Kesit, yang harus diperhatikan oleh Polri ialah jumlah masyarakat yang terkena virus Covid-19 semakin meningkat. Cetus Kesit, tentu saja Polri tak ingin mengambil resiko dan tak ingin disalahkan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Yang sangat disayangkan ialah kenapa pertanyaan tak dikeluarkannya izin keramaian diumumkan hanya 4 hari sebelum kompetisi dimulai, atau disaat semua tim-tim peserta kompetisi sudah bersiap untuk meneruskan liga dengan regulasi baru dan juga sangat ketat.”
Jika mereka [Polri] memberikan izin serta kompetisi Liga 1 dimulai, masyarakat Indonesia bakal melihat kepatuhan kepata regulasi anyar tentang protokol kesehatan dalam dunia olahraga.
“Apakah bisa para pelaku sepakbola Indonesia bekerja seperti kompetisi di negara lain, terutama Eropa, yang sanggup mengakhiri kompetisi tanpa penonton serta menggunakan protokol kesehatan yang ketat?” tandas Kesit.
